Sabtu, 19 Januari 2013

Profesi Guru, antara Pengabdian dan Perut

1 komentar

Profesi Guru, antara Pengabdian dan Perut


Kita jadi bisa menulis dan membaca karena siapa?
Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu karena siapa?
Kita jadi bisa dibimbing bu guru
Kita jadi tahu dibimbing pak guru
Guru bak pelita penerang dalam gulita,
Jasamu tiada tara....

Sungguh jasa guru tidak bisa dibilang dengan materi, tidak bisa diungkap dengan indahnya untaian mutiara kata, karena memang jasanya tiada tara. Jasa yang hadir karena pengabdian yang tulus dengan kemurnian dan keikhlasan profesi. Guru bukan sekedar pekerjaan, tetapi profesi. Menurut Doni Koesoema (2007, Pendidikan Karakter, Jakarta: PT Gramedia Widyasarana Indonesia, p:166), dijelaskan bahwa profesi merupakan “pekerjaan, dapat juga berwujud sebagai jabatan di dalam suatu hierarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika khusus untuk jabatan tersebut serta pelayanan baku terhadap masyarakat.” Jacobus Tarigan (2007, Religiusitas, Agama dan Gereja Katolik, Jakarta: PT Gramedia Widyasarana Indonesia, p:117) menjelaskan bahwa, profesi merupakan tugas yang diberikan dan diterima dalam rangka hidup di tengah masyarakat majemuk. Profesi menuntut pendidikan dan keterampilan yang amat tinggi serta spesialisasi yang tajam. Dituntut tanggung jawab dan komitmen. Profesi mengabdi masyarakat yang luas. Kadangkala harus diawali semacam sumpah jabatan.
Di dalam definisi profesi tersebut ada dua hal penting bagi penyandangnya, yaitu Etika dan Pengabdian.
Saya jadi ingat guru SMA saya sekaligus wali kelas semasa kelas III, Bapak Muhammad Fatih, yang selalu hadir di sekolah in time, bukan on time, dan kemudian menyatakan kepada kami para murid yang kadang masih ada yang terlambat:
"Rumah saya yang di Sidayu saja bisa datang sepagi ini, saya harus bersepeda dan melintasi jalan yang lebih jauh daripada kalian."
"Ya, Bapak, itu kan bentuk pengabdian Bapak sebagai guru,"
Dan kemudian beliau menjawab,
"Pengabdian itu di sini (#sambil memegang dada), bukan di sini (#sambil memegang perut),"
Dan, kami sekelas masih hanya tersenyum saja tanpa membahasnya lebih jauh. Saat ini saya teringat lagi dengan ungkapan beliau yang sedemikian disiplin dan tegas terhadap kami, karena kebetulan beliau adalah guru Matematika, yang mengajarkan ketepatan, kecepatan, dan kreativitas kami untuk selalu berproses. Kami sekelas sangat segan dengan beliau, tetapi kami masih bisa bercanda dan saling menyapa dengan beliau. Saat wisata akhir tahun ajaran dan saat perpisahan pun, kami bisa sedemikian akrab dan tidak ada jarak. Kemampuan beliau untuk menjadi GURU dan Orangtua, serta teman sungguh membekas. Dan yang jelas, keteladanannya yang patut dicontoh oleh para guru masa kini. Tidak ada alasan bagi beliau terkait jarak rumah yang jauh dengan kedisiplinan menjadikan kami harus malu jika harus datang terlambat.
Pada masa itu, pengabdian GURU sangat menonjol jika dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan materi. Saat itu, meskipun sekolah kami adalah satu-satunya sekolah menengah atas negeri di Kota Kecamatan, tetapi para guru tinggal di tempat kos yang disediakan oleh warga, sama dengan para siswa-siswinya. Beliau tidak tinggal di rumah dinas yang biasanya disediakan untuk para guru, karena memang di wilayah situ pada masa itu belum ada rumah dinas untuk guru.Bahkan bagi yang telah menikah sekalipun. Yupps, jika diingat kembali, benar-benar beliau-beliau adalah para guru yang ikhlas dalam pengabdiannya untuk menjalankan profesi sebagai guru, sehingga tugas guru dilakukan secara profesional, dengan tujuan mulia, mendidik dan mengajar para siswa dan siswinya agar mereka menjadi putra-putri bangsa yang siap maju membangun bangsa yang beradab, berbudaya, dan berakhlak mulia.
Teringat juga dengan Ibu Hartini, wali kelas SMA saya saat masih kelas satu. Beliau 'mbelani' saya saat saya 'ngadat' tidak mau melanjutkan sekolah. Padahal kenal pun tidak, saudara tidak, tetapi saya sangat merasakan bagaimana upaya beliau dengan kasih sayang, yang menyadarkan saya untuk tetap kembali melanjutkan sekolah, dan memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti ujian akhir untuk kenaikan kelas. Kesempatan ujian yang harus saya jalani sendirian di ruang kantor, karena saya telah tertinggal oleh teman-teman lain yang sudah melaksanakan ujian terlebih dahulu.
Di sini, para guru tersebut tidak semata memberikan pelajaran membaca dan menulis, tetapi memberikan pelajaran hidup untuk selalu bersemangat dan berusaha untuk mencapai cita-cita, serta belajar mengambil solusi yang baik saat menghadapi tantangan hidup. Semua dilakukan tanpa pamrih, bukan hanya mengajar, tetapi mendidik dan membimbing kami semua, anak-anak desa untuk bergerak ke arah yang lebih baik. Dan terbukti, saat reuni di bulan Agustus 2012, setelah 20 tahun kelulusan kami di tahun 1992, teman-teman satu kelas kami telah 'berubah'. Mereka bukan lagi anak-anak desa dengan pakaian seragam lusuh, tas sekolah kumal, muka kusam, berpeluh, dan berjerawat. Banyak di antara mereka yang menjadi guru, kepala sekolah, dosen, tentara, pengusaha, humas (hubungan masyarakat) di sebuah perguruan tinggi, politisi, polisi, dokter, bidan, nelayan, petani, wartawan, pengelola LSM (lembaga Swadaya Masyarakat), pegawai bank, dan ragam profesi lain yang ditekuni teman-teman. Subhanallah.....
Mereka juga bukan lagi anak-anak SMA yang harus berjalan kaki atau mengayuh sepeda pancal (ontel) berkilo-kilo meter jauhnya setiap pagi dan siang, atau harus berdesak-desakan di angkutan desa dengan para pedagang ikan dan pedagang sayur. Mereka telah menjadi pribadi-pribadi dewasa dengan pasangan dan buah hati masing-masing.... dan mobil pribadi, atau setidaknya sepeda motor.
Sungguh, saat itu, saya bisa merasakan bahwa kebutuhan untuk mengabdi melebihi pemenuhan kebutuhan 'perut' adalah wujud profesional guru kami pada masa itu. Bahkan, kondisi para guru pada masa itu sempat digambarkan oleh Iwan Fals melalui lagunya Umar Bakri.
Sekarang pertanyaannga adalah, ketika kesejahteraan guru telah diupayakan untuk dipenuhi secara ideal oleh pemerintah, masih patutkah kiranya jika ada guru masih terus menuntut kesejahteraannya dan mengabaikan profesionalitasnya dalam menjalankan profesi sebagai seorang guru? Karena ternyata, profesi guru itu, tidak hanya mengajar menulis dan membaca, tetapi mendidik, mengarahkan, membimbing anak didiknya agar menjadi pribadi yang dewasa, beradab, berbudaya, handal, dan berakhlak mulia. Sebagaimana yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa guru itu seharusnyalah:
Ing Ngarso Asung Tulodho
Ing Madyo Mbangun Karso
Tut Wuri Handayani

.
BACA SELANJUTNYA

Jiwa Pengabdian Guru

0 komentar

Jiwa Pengabdian Guru


Di zaman era modern ini begitu banyak masyarakat mengharapkan profesi yang sederhana, tetapi menghasilkan uang yang cukup. Sebaliknya, tidak sedikit pula orang yang mengharapkan profesi yang hebat dan menghasilkan uang yang banyak. Namun, dalam kenyataannya sebuah profesi yang kita geluti terkadang tidak sesuai dari niat dan keahlian kita masing-masing.
Kita ambil saja contoh profesi guru. Akhir-akhir ini profesi guru sangat diminati. Mengapa? Tentu jawabannya bukan lain karena profesi guru sudah menjanjikan profit bahkan masa depan yang pasti. Artinya, seiring pemberlakuan sertifikasi guru oleh pemerintah lewat Kementerian Pendidikan Nasional dengan dikeluarkannya UU Guru dan Dosen mengindikasikan bahwa profesi guru nyatanya sudah terjamin. Pengaturan itu terlihat pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada Bab III pasal 7 ayat 1 “profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu”. Akan tetapi, persoalannya sekarang apakah dengan adanya kebijakan tersebut masalah kekuarangan guru di desa terpencil akan dapat teratasi? Tentu jawabannya adalah tidak.
Secara umum pendidikan di Indonesia belum mengalami pemerataan pendidikan. Artinya, masih banyak daerah-daerah terpencil di Indonesia yang mengalami kekurangan guru. Padahal kita ketahui bahwa gurulah yang akan mengubah paradigma siswa yang tidak paham menjadi paham, yang tidak mengerti menjadi pengerti, dan yang tidak tahu menjadi tahu. Dengan kata lain, tanpa kehadiran seorang guru maka profesi-profesi yang lain tidak akan berkembang. Lewat pengetahuan guru semua profesi yang kelak digeluti peserta didik akan dapat dipahami dengan baik.
Sebenarnya kekurangan guru di Indonesia adalah alasan klise yang sering kita dengarkan. Kalau boleh beropini, tentu dengan begitu banyaknya guru-guru dan bahkan calon-calon guru yang sedang mengikuti perkuliahan tidak akan mungkin negara Indonesia yang berpenduduk padat kekurangn guru. Hanya saja menurut hemat saya, kekuarangan guru tersebut diakibatkan jiwa pengbdian guru yang tidak ada. Kita lihat saja di beberapa sekolah di perkotaan untuk satu bidang studi saja ada, beberapa guru sampai-sampai ada guru yang tidak mendapatkan jam pelajaran sebab kehabisan jam pelajaran. Sebaliknya, guru di pedesaan terpencil sangat kekurangan guru bahkan guru tersebut menjadi satu-satunya guru di sekolah itu. Dia menjadi guru sekaligus menjadi kepala sekolahnya.
Kondisi itu sebenarnya sudah digambarkan lewat film “Denias, Senandung di atas awan”. Film tersebut secara jelas menggambarkan bahwa betapa sangat kurangnya tenaga pendidik di desa tersebut. Film tersebut menggambarkan kondisi salah satu desa Denias di Papua. Sangat miris melihanya mengingat anak-anak di sana membutuhkan guru. Film tersebut hanyalah satu film yang menggambarkan kondisi pendidikan yang terabaikan. Penulis juga yakin masih banyak daerah-daerah terpencil lainnya di wilayah Indonesia yang belum terpublikasi.
Sebenarnya Kementerian Pendidikan Nasional sudah mengambil langkah kebijakan dalam meminimalkan kekurangan guru tersebut. Misalnya, melalui Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T), Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi dengan Kewenangan Tambahan (PPGT), Program Kuliah Kerja Nyata di Daerah 3T- dan PPGT (KKN-3T PPGT), Program Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi Kolaboratif (PPGT Kolaboratif), Program S-1 Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan (S-1 KKT). Semua program tersebut sebagai bentuk solusi pemerintah atas kekurangan guru di daerah terpencil. Langkah itu patut kita apresiasi dengan tulus. Akan tetapi, alangkah baiknya jika kita sendiri yang mau mengabdi di daerah- daerah yang dibutuhkan.
Memang tidak banyak yang akan bersedia demikian. Sangat jarang kita temui sosok Butet Manurung yang mendedikasikan dirinya sebagai guru anak suku pedalaman Jambi yang mengemban pengabdian dengan tulus. Paling tidak bagi kita calon-calon guru sudah memiliki niat yang tulus jika kelak lulus dari perkuliahan kita. Dalam hati kita sudah tertanam sejak dini bahwa kelak akan mengabdi mengjar di desa terpencil.
Persoalan kekuarangan guru di pedesaan tidak akan mudah di atasi. Secara teoretis memang mudah, tetapi secara praktik di lapangan sangat sulit. Ada banyak alasan-alan yang menyebabkan guru bahkan calon-calon guru tidak mau bertugas di pedesaan. Berikut akan dijelaskan satu per satu.
1. Alam pedesaan yang tidak bersahabat, maksudnya ketika kita hendak memasuki sebuah desa terpencil tentu permasalahan utama yang kita hadapi adalah alam pedesaan yang tidak bersahabat. Alam yang dimaksudkan di sini bukan persoalan pemandangannya yang tidak indah, melainkan persoalan akses jalan menuju desa tersebut sangat sulit. Hal ini bisa saja menjadi salah satu penyebab tidak maunya calon guru untuk mengajar di desa tersebut. Jika pun mereka mau, kondisi itu tidak akan lama bertahan. Mereka pasti hanya memanfaatkan peluang mendapatkan pekerjaan dan kemudian mengurus surat kepindahan tugasnya ke perkotaan.
2. Tidak adanya jaringan listrik dan telepon, maksudnya ketidakadaan jaringan listrik dan telepon di desa terpencil tentu menjadi alasan juga. Terkhusus bagi mereka yang memang selama ini sudah terbiasa dengan penerangan dan alat komunikasi. Maka ketika mendengar pedesaan yang tidak ada jaringan listrik dan telepon sudah tentu pasti tidak berminat.
3. Sulitnya beradaptasi dengan budaya daerah setempat, maksudnya ketika kita sudah berada di sebuah desa tentu kita harus memahami budaya setempat agar kita tidak salah. Sulitnya beradaptasi dengan budaya itu disebabkan oleh ketidaktahuan kita akan budaya mereka. Walaupun kita sudah tidak mengetahui budaya mereka, kita terkadang malas mempelajari budaya mereka bahkan sengaja tidak mau tahu mempelajari budaya mereka. Sikap seperti ini juga akan menyebabkan ketidaktertarikan kita untuk mengabdi di daerah tersebut.
Dari tiga alasan tersebut sebenarnya kunci mengatasi alasan tersebut adalah niat yang tulus di dalam hati kita. Guru-guru kita belum mempunyai niat tulus sehingga alasan-alasan di atas lebih mendominasi pemikiran mereka. Pada akhirnya, rasa jiwa pengbdian guru itu menjadi sirna. Walaupun pemerintah mengiming-imingi gaji yang banyak selama bertugas di tanggung pemerintah, guru tersebut tidak akan maksimal mengajar di tempat itu.
Bulan pertama sampai bulan ketiga mungkin rasa semangat guru itu masih berkobar. Namun, seiring lamanya waktu semangat itu bisa saja hilang bagaikan debu diterpa angin, sirna begitu saja. Mengapa itu terjadi? Yang jelas pada dasarnya calon guru yang bersedia mengajar di pedesaan tidak memahami tugas dan fungsinya sebagai guru dalam bentuk pengabdian masyarakat. Pada prinsipnya mereka hanya berorientasi pada uang. Ketika uang sudah menjadi pilihan pertama, jelas pada saat mengajar bukan lagi dari hati kita, melainkan dari pemikiran kita.
Hendaknya pemerintah melakukan terobosan-terobosan terbaru. Misalnya saja, pemerintah melakukan rolling guru minimal satu tahun. Tentunya sebelum rolling itu dilakukan sudah diadakan pelatihan-pelatihan yang menunjang hal itu. Guru yang di kota dipindahkan sementara ke desa dan sebaliknya. Artinya, perpindahan yang dimaksudkan tidak secara kolektif, tetapi secara parsial. Tergantung guru bidang studi apa yang paling dibutuhkan. Jika minimal pergantian itu dilakukan selama satu tahun, pasti peserta didik yang ada di pedesaan sedikit banyaknya mendapat pengetahuan baru dan pengalaman baru dengan belajar yang menyenangkan. Sebaliknya, guru yang sudah di kota akan lebih belajar lagi mengenai proses pembelajaran di kota sehingga sewaktu kepindahannya akan mendapat metode pengajaran yang baru.
BACA SELANJUTNYA

Rabu, 09 Januari 2013

Karakteristik Seorang Guru Sejati

0 komentar

Karakteristik Seorang Guru Sejati

 
Ketika seseorang bisa bertemu dengan a true guru, itulah kemewahan berkah kehidupan. Harta benda diperlukan untuk menjalani kehidupan. Namun harta benda bisa menjadi musibah jika akhirnya menjauhkan diri dari perjalanan evolusi jiwa. Perjalanan evolusi jiwa atau spiritual hanya bisa ditempuh oleh mereka yang sudah kenyang perutnya. Tuhan yang ceria tidak bisa hadir di hati manusia yang perutnya lapar.
Oleh karenanya sangatlah rugi jika manusia yang sudah kenyang perutnya masih saja mengumbar nafsu sehingga tidak memiliki kemampuan untuk berupaya mendapatkan sesuatu yang bersifat memuliakan jiwa. Inilah yang digolongkan manusia yang hidup merugi. Karena sesungguhnya Tuhan memberikan kemewahan dan perut kenyang agar supaya bisa memuliakan namanya. Bukannya malahan menjadi pengemis sepanjang hidupnya. Manusia seperti ini termasuk insan yang tidak bersyukur.
Guru yang berwujud fisik adalah sosok yang mampu membangkitkan guru yang ada di dalam diri. Sejatinya setiapa insan memiliki guru pribadi alias guru sejati. Seorang guru yang berwujud fisik senantiasa mengajarkan bagaimana cara menemukan guru sejati dalam setiap insan manusia. Segala sesuatu yang diajarkan guru yang true guru dapat dipastikan tidak bertentangan dengan keselarasan alam. Apa yang dimaksud dengan keselarasan alam?
Hidup harmoni dengan alam berarti menjadikan alam sebagai bagian dari kehidupannya. Saling menyayangi dan tidak berbuat yang merusak alam adalah upaya hidup berselaras dengan alam. Pertama adalah hidup dalam kedamaian. Memupuk rasa damai di dalam diri merupakan langkah awal menumbuhkan rasa cinta. Karena rasa cinta tidaklah mungkin tumbuh tanpa dilandasi kedamaian dalam diri. ke dua kata ini bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Ada damai dalam hati dapat dipastikan ada pula rasa kasih. Jika ke duanya sudah melandasi segala tindakan perilKu kehidupan dengan sendirinya mewujudkan pola kehidupan yang selaras dengan alam.
Seorang guru sejati senantiasa mengupayakan rasa damai eksis dalam hati muridnya. Adalah suatu kebohongan jika ada guru mengaku dirinya guru, bahkan sering kali mereka memaksa agar diakui sebagai guru. Seorang true master selalu menganggap semuanya sebagai teman seperjalanan. Sang muridlah yang kemudian meninggikan derajat sang guru. Guru sejati ataubukan terlihat dari cara memberikan materi. Jika materi yang diberikan bersifat membangkitkan rasa percaya diri serta bersifat memberdayakan diri, dialah guru sejati. Sebaliknya jika seorang yang mengaku-ngaku guru selalu berharap sepanjang hidupnya seorang murid bersandar terus padanya. Dengan kata lain, guru tersebut tidak berupaya mengajarkan agar anak didikan memiliki kemampuan untuk mandiri.
Waspadalah dalam pencaharian seorang true master. Setiap insan pasti memiliki seorang guru. Hanya karena kesombongan dirinya, ia kemudian merasa malu untuk mengakui seseorang sebagai true master.
BACA SELANJUTNYA

Peran Kinerja Guru dalam Meningkatkan Kwalitas Pendidikan ditinjau dari Input, Proses, dan Output

0 komentar

Peran Kinerja Guru dalam Meningkatkan Kwalitas Pendidikan ditinjau dari Input, Proses, dan Output


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penilaian tentang kinerja individu guru semakin penting ketika lembaga akan melakukan reposisi. Artinya bagaimana lembaga harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja. Hasil analisis akan bermanfaat untuk membuat program pengembangan SDM sacara optimum. Pada gilirannya kinerja individu akan mencerminkan derajat kompetisi suatu lembaga.
Maju dan mundurnya suatu lembaga sangat dipengaruhi oleh kinerja dari individu guru yang ada di lembaga tersebut. Begitu juga dengan kualitas pendidikannya tidak terlepas dari peran kinerja individu guru dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Peran kinerja individu sangat diperlukan untuk memajukan mutu pendidikan. Tanpa kinerja yang baik maka tujuan akan sangat jauh tercapai bak jauh api dari panggang. Maka kinerja individu guru sangat diperluan dalam dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam peran kinerja individu guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan sebagai berikut:
A. Pengertian Kinerja
B. Faktor-faktor kinerja guru
C. Strategi
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang peran kinerja individu guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Lebih khusus lagi di negeri Indonesia yang tercinta ini.
BAB II
KINERJA INDIVIDU GURU
A. Pengertian Kinerja
Apakah sebenarnya arti kinerja itu? Dalam buku “Performance Appraisal”, karangan Veithzal Rivai Ahmad Fawzi MB, 2005, Rajagrafindo Persada disebutkan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Distionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking); dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine).
Pengertian kinerja yang lain yaitu sebagai berikut:
1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps: 1992).
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin: 1987).
3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy and Premeaux: 1993).
4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya( Hersey and Blanchard: 1993).
5. Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan (Casio: 1992).
6. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich: 1994).
7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolok ukur kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilian kinerja individu, yakni: (a) tugas individu; (b) perilaku individu; dan (c) ciri individu (Robbin: 1996).
8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and Osborn: 1991).
9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = ƒ (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins: 1996).
Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan,
motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-ringtangan yang mengendalakan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat.
Sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorng atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.
B. Elemen Teknologi Kinerja
Kinerja dapat dilihat dari sudut pandang “individu, tim, organisasi” yang berarti hasil terkait dengan masukan (input) dalam kaitan elemen teknologi yang terdiri dari : people, procesess, resources dan tools.
Keadaan elemen teknologi untuk pemecahan masalah atau menjawab kebutuhan dapat digambarkan sebagai berikut :
a. People - Knowledge (cognitife), keahlian/skill(psycomo- toric), motivasi, disiplin, pengalaman (affectif); Ada dua pengetahuan (knowledges) yaitu knowledge expleasite dan knowledge tacit.
b. Procesess - metode, cara, peraturan mau pun prosedur kerja yang diperlukan dalam melaksanakan program yang sudah ditetapan untuk dikerjakan dan dicapai hasilnya sesuai tujuan/sasaran.
c. Resources - Sumber-sumber material/bahan baku yg dibutuhkan dalam proses produksi untuk mencapai tujuan/sasaran individu/organisasi.
d. Tools - Peralatan kerja yang mendukung dan dapat digunakan oleh people, melalui metode untuk mengolah resources yang ada. Prestasi kerja maupun bagaimana proses kerja berlangsung yang menghasilkan sesuatu sesuai tujuan, yang diukur secara kuantitatif maupun kualitatif.
Dalam mengukur kinerja individu-lazim disebut produktivitas kerja, sedangkan produktivitas itu sendiri adalah nilai hasil kerja (output) selama waktu tertentu.
C. Faktor-faktor  yang Mempengaruhi Kinerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja individu. Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model partner-lawyer (Donnelly, Gibson and Invancevich: 1994), kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor; (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e) imbalan internal dan eksternal; (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1) kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan.
Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya.
Kepuasan tersebut berhubungan dengan faktor-faktor individu, yakni: (a) kepribadian seperti aktualisasi diri, kemampuan menghadapi tantangan, kemampuan menghadapi tekanan, (b) status dan senioritas, makin tinggi hierarkis di dalam perusahaan lebih mudah individu tersebut untuk puas; (c) kecocokan dengan minat, semakin cocok minat individu semakin tinggi kepuasan kerjanya; (d) kepuasan individu dalam hidupnya, yaitu individu yang mempunyai kepuasan yang tinggi terhadap elemen-elemen kehidupannya yang tidak berhubungan dengan kerja, biasanya akan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi.
D. GURU/PENDIDIK
Pendidik atau di indonesia lebih dikenal dengan istilah pengajar, adalah tenaga kependidian yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tugas khusus sebagi profesi pendidik.
pendidik adalah orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan berhadapan dan berinteraksi langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu proses yang sistematis, terencana, dan bertujuan. Penggunaan istilah dalam kelompok pendidik tentu disesuaikan dengan lingkup lingkungan tempat tugasnya masing-masing. Guru dan dosen, misalnya, adalah sebutan tenaga pendidik yang bekerja di sekolah dan perguruan tinggi. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan.   Guru merupakan sumber daya manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan organisasi.
Guru  merupakan  tulang  punggung  dalam  kegiatan  pendidikan terutama yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar. Tanpa adanya peran guru maka proses belajar mengajar akan terganggu bahkan gagal. Oleh karena itu dalam manajemen pendididikan perananan guru dalam upaya keberhasilan pendidikan selalu ditingkatkan,  kinerja atau prestasi kerja  guru harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global. Kinerja  atau  prestasi  kerja  (performance) dapat diartikan sebagai pencapaian hasil kerja sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku pada masing-masing organisasi dalam hal ini sekolah.
E. PERAN KINERJA INDIVIDU GURU
Seorang guru harus memiliki kepribadian sejati. Kepribadian sejati berhubungan dengan kepribadian yang ditunjang oleh penemuan visi, kepemimpinan dan pengelolaan diri yang baik.
Kepribadian berhubungan dengan potret diri yang dilandasi mentalitas, moralitas dan spriritualitas yang baik. Visi berhubungan dengan ekpresikeinginan tujuan, dan makna hidup pribadi. Kepemimpinan pribadi berhubungan dengan jiwa dan sika serta perjuangan yang memiliki nilai-nilai dan prinsip hidup. Pengelolaan pribadi berhubungan dengan aktifitas diri yang terkendali untuk mencapai efektifitas pribadi yang fokus pada visi dan tujuan hidup.
Visi misi pribadi adalah suatu pernyatan ekspresi pribadi yang menyatakan tujuan dan makna hidup pribadi.
Contoh visi misi guru
Setiap pengajaran yang saya berikan mengalir bagai air menyatu dengan alam. Niat saya semata-mata mendapat ridha Allah untuk mengkader peserta didik menjadi generasi qur’ani melalui perubahan paradigma dan penanaman aqidah. Dan lebih berarti sehingga tugas ibadah dan kekhalifahan saya adalah mampu menguak rahasia sunnatullah dan saya bermanfaat untuk umat melalui peserta didik saya atau masyarakat binaan saya.
Setelah visi misi dan tujuan jelas, sebagai guru harus meningkatkan kualitas iman dan Islam, kualitas pola pikir, kualitas proses pengajaran, kualitas hasil pengajaran dan kualitas hidup pribadi.
Perihal yang perlu dilakukan guru adalah merencanakan, menggunakan waktu dengan baik, berpikir sehat dan bertindak objektif serta bertanggungjawab dan menggunkan kecakapan akademis, kecakapan intuitif dan kecakapan rasa serta melaksanakan tupoksi guru.
Visi, menjadi mujtahid melalui profesi guru. Untuk itu saya harus mewujudkan secara lebih ekpresif
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dengan memperhatikan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa peran kinerja individu guru itu memiliki peran yang luar biasa terhadap dunia pendidikan. Maju dan mundurnya dunia pendidikan ditentukan oleh kinerja para guru.
Guru-guru yang hebat akan menghasilkan (output) yang hebat pula. Kinerja individu guru sangat dipelukan guna meningkatkat kualitas pendidikan.
B.SARAN
Setelah mengetahui betapa pentingnya kinerja itu, maka penulis menyarankan kepada semua pihak, terutama kepada guru supaya menerapkan dan meningkatkan kinerjanya sebagai guru.
Daftar Rujukan/Daftar Pustaka
  1. Gibson, James L., John M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. (1996). Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, (Alih Bahasa Nunuk Adiarni), Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.

  2. Hasibuan, Malayu SP. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

  3. Mangkunegara, Anwar Prabu. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Rosdakarya

  4. Rahardja, Alice Tjandralila. (2004).  “Hubungan Antara Komunikasi antar Pribadi Guru dan Motivasi Kerja Guru dengan Kinerja Guru SMUK BPK PENABUR Jakarta. Jurnal Pendidikan Penabur. III (3). [Online].  

  5. Rivai, Veithzal, (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada

  6. Robbins, Stephen P., (2001), Organizational Behavior, New Jersey: Pearson Education International.

  7. Sedarmayanti. (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju
BACA SELANJUTNYA

Peran Guru dalam Memajukan pendidikan

0 komentar

PERANAN GURU DALAM MEMAJUKAN PENDIDIKAN



Pendidikan merupakan tolak ukur dari maju tidaknya sebuah negara. Suatu negara dapat dikatan maju jika pendidikan yang ada didalamnya bagus dan selalu berkembang. hal ini sangat beralasan sekali, karena segala kapabilitas dan potensi yang dimiliki manusia (SDA) kebanyakan ditentukan dan dipengaruhi oleh pendidikan. Tidak heran, jika pembicaraan masalah pendidikan tidak akan pernah ada habis-habisnya, dan  pemerintah selalu melirik dunia pendidikan yang dijadikan sebagai salah satu prioritas dalam pembangunannya.
Dalam dunia pendidikan terdapat beberapa komponen yang ikut mensupport terhadap maju dan tidaknya pendidikan, Salah satu komponen yang sangat berperan aktif dan sebagai pemegang dan pelaku pendidikan adalah guru atau pendidik, disamping ada juga komponen-komponen lain yang tidak bisa diabaikan, seperti sekolah, masyarakat lokal, orang tua peserta didik, dan negara (pemerintah). Guru merupakan komponen penting yang harus ada pada pendidikan, tanpa seorang guru atau pendidik maka akan sulit pendidikan mengalami kemajuan yang begitu berarti dan  signifikan.
Menurut Musaheri dalam bukunya Ke-PGRI-an mengatakan, dengan posisi guru sebagai tenaga utama pendidikan, dipundak gurulah peran sentral kemajuan pendidikan dipercayakan. Dengan posisinya digarda terdepan dan bersentuhan lansung dengan peserta didik, peran dan tanggung jawab guru sungguh vital dalam membawa peningkatan mutu pendidikan. Sebagai pelaku utama yang berada dilini terdepan dalam peroses pembelajaran, maka didikan, bimbingan, arahan, pelatihan, dan keteladanan guru kepada peserta didik menjadi penentu dalam mengantar kesuksesan pendidikan.
Dalam pembukaan kode etik guru, alinea kelima dikatakan bawa : Peranan guru semakin penting dalam era global, hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif  dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan berat sekarang dan dimasa yang akan dating (Musaheri : 2009. hal. 269). 
Begitu vitalnnya peran dari seorang guru, sehingga guru diharuskan memilki keterampilan dan kompetensi khusus, utamanya yang berkaitan denan proses belajar mengajar (KBM) demi tercapainya tujuan dan cita-cita pendidikan dan dalam rangka memajukan pendidikan. Sesuai dengan PP 74 taun 2008, seorang guru harus memilki beberapa kompetensi, yaitu ; kompetensi keperibadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Maka, menjadi seorang guru yang perofesional itu tidaklah mudah, melainkan harus memiliki beberapa kompetensi tersebut diatas, jika tidak, maka secara akademik masih belum bisa dikatakan sebagai guru yang profesional. Walaupun pada dasarnya peredikat professional itu sendiri, antara pandangan orang yang satu dengan yang lainnya berbeda.
 Saat ini, para guru telah mendapatkan perhatian dari pemerintah. Berbagai pelayanan dan kebijakan diberikan, mulai dari tunjangan profesi, sertifikasi, dan sebagainya. Walaupun ada juga yang menilai, apa yang telah diberikan oleh pemerintah saat ini masih belum seberapa dan masih belum cukup jika dibandingkan dengan tugas dan tanggung jawab seorang guru yang begitu besar.
 Oleh karena itu, seorang guru harus selalu berusaha untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam pembelajaran pendidikan. Seorang guru harus selalu melakukan inovasi terhadap arah perbaikan dan kemajuan pendidikan, dan jangan hanya merasa puas dengan pengetahuan yang telah dimilkiki saat ini, melainkan harus tetap berusaha agar terus mendapatkan pengetahuan sebanyak mungkin, apalagi saat ini, media teknologi sudah sangat canggih, hal tersebut bisa dipergunakan oleh seorang guru untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang begitu banyak demi manunjang terhadap keprofesionalan seorang guru. Dan akan lebih baik jika pemerintah juga ikut memikirkan dan membantu nasib para guru yang masih belum sejahtera. Jayalah terus untuk guru-guru Indonesia…….!!! ameinnn
BACA SELANJUTNYA

Peran organisasi HIPKI & HISPPI

0 komentar

Peran organisasi HIPKI & HISPPI


Pendidikan non formal merupakan pendidikan alternatif setelah pendidikan formal. Kursus sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan non formal mempunyai kaitan yang sangat erat dengan jalur pendidikan formal. Selain memberikan kesempatan bagi peserta didik yang ingin mengembangkan keterampilannya pada jenis pendidikan tertentu yang telah ada di jalur pendidikan formal juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin mengembangkan pendidikan keterampilannya yang tidak dapat ditempuh dan tidak terpenuhi pada jalur pendidikan formal.
Pendidikan non formal tidak bisa di pandang sebelah mata. Karena pendidikan non formal sangat penting terutama dalam hal penguasaan dan pengembangan ketrampilan fungsional. Selain itu pendidikan non formal lebih berorientasi pada pendidikan yang efektif dan efisien agar peserta didik dapat belajar dengan mudah dan mencapai tujuan melalui proses yang hemat waktu dan biaya.
Pendidikan non formal merupakan usaha masyarakat dalam mencari jalan keluar terhadap persoalan pendidikan formal yang tidak terjangkau oleh masyarakat. Perhatian pendidikan non formal lebih terpusat pada usaha-usaha untuk membantu terwujudnya proses pembelajaran di masyarakat. Hal ini sesuai dengan Pasal 55, UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 butir pertama yaitu, Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
Pendidikan non formal mempunyai fungsi membelajarkan individu atau kelompok agar mampu memberdayakan dan mengembangkan dirinya sehingga mampu beradaptasi terhadap perubahan atau perkembangan zaman. Berdasarkan fungsi tersebut pendidikan non formal dapat melayani kebutuhan pendidikan suplemen, pendidikan komplemen, pendidikan kompensasi, pendidikan substitusi, pendidikan alternatif, pendidikan pengayaan, pendidikan pemutakhiran (updating), pendidikan / pelatihan keterampilan dan  pendidikan penyesuaian/penyetaraan.
Untuk mengoptimalkan kualitas pendidikan non formal terus mengalami perkembangan sehingga menghasilkan pendidikan berbasis kompetensi yang lebih menekankan pada kemampuan yang di miliki oleh setiap peserta didik. Dalam pelaksanaan proses belajar pendidikan berbasis kompetensi menggunakan prinsip-prinsip pengembangan yang mencakup pemilihan materi, Strategi, media, penilaian dan sumber atau bahan pembelajaran sehingga hasil belajar tercapai sesuai dengan standar kompetensi. Dengan memilih pendidikan berbasis kompetensi, diharapkan mampu untuk bersaing di era globalisasi saat ini.
Tujuan lembaga kursus dapat di katakan berhasil dengan memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat agar memiliki kompetensi yang diperlukan dalam dunia usaha atau dunia kerja sesuai dengan jenis kursus yang diikuti, sehingga mampu merebut peluang kerja pada perusahaan atau dunia industri dengan penghasilan yang layak atau mampu menciptakan lapangan kerja sendiri. Meningkatkan perlindungan terhadap semua komponen, kemampuan, kualitas, dan profesionalisme manajemen dukungan lembaga kursus dan pelatihan, sehingga mampu memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik pada masyarakat. Lembaga kursus sebagai fungsi sosial di harapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tergolong kurang mampu, pengangguran, dan putus sekolah sehingga memiliki kompetensi tertentu sebagai modal untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Pemberdayaan Masyarakat
Pendidikan non formal berbasis masyarakat merupakan salah satu dari desentralisasi pendidikan dan konsep otonomi daerah. Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah atau otonomi daerah. Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga peranan pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun lebih, akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara simultan; inilah yang merupakan paradigma baru, yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis.
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat, dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan. Partisipasi masyarakat tersebut kemudian tercipta sebuah lembaga kursus dan pelatihan yang bersumber dari masyarakat untuk masyarakat. Dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara kursus, Lembaga  pendidikan non formal atau penyelenggara kursus dan pendidik atau instruktur  kursus di berikan kebebasan dalam berorganisasi menjadi mitra pemerintah.
Peranan Organisasi PN
Bentuk organisasi yang telah ada saat ini adalah Himpunan Penyelenggara Kursus Indonesia (HIPKI). Organisasi HIPKI adalah organisasi mandiri yang beranggotakan pengelola kursus yang peduli terhadap pendidikan non formal. Sedangkan Himpunan Pendidik dan Penguji Indonesia dalam pendidikan non formal atau HISPPI adalah organisasi pendidik dan penguji organisasi mandiri yang beranggotakan dari pendidik atau instruktur dan penguji dalam lingkup pendidikan non formal.
HIPKI dan HISPPI dalam peningkatan mutu pelayanan anggotanya dalam  pendidikan non formal, dengan mengoptimalkan peran wadah organisasi yang dapat memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan pada anggota pengelola kursus dan pengajar non formal  pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang  mempunyai hubungan hirarkis. Apabila kita berangkat dari konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek dalam hal ini penyelenggara kursus serta pengajar dan penguji, maka anggota harus di berikan peran dan partisipasinya.
Dalam organisasi baik HIPKI maupun HISPPI, Pengurus organisasi perlu memahami sikap terhadap anggota organisasi HIPKI dan HISPPI dan hubungan harmonis dengan anggotanya. Oleh karena itu perlu adanya kedekatan pengurus dan anggota dengan sikap mental dan perilaku yang mempersepsikan interaksi interpersonal antara pengurus dan anggota. HIPKKI dan HISPPI hubungannya dengan anggota di dalam pengambilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sifat ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin tenar atau populer sendiri, atau ingin diakui sendiri. Sebagai organisasi masyarakat  harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan antara pengurus dan anggota, tidak terlalu banyak campur tangan pengurus yang akan menyusahkan, membuat anggota pasif dan akhirnya mematikan kreativitas para anggota.
BACA SELANJUTNYA
 

NILEK

BLOCKGRANT

NIPUK

Copyright © DPC HISPPI KABUPATEN MUSI RAWAS